Bunyi alarm itu terdengar sangat bersemangat. Entah apa yang membuat suara itu terasa seperti semangat pagi yang luar biasa. Mungkin saja karena sudah dua bulan aku tidak mengaktifkan alarm tersebut. Jadi, ketika alarm itu berbunyi lagi terdengar sangat bersemangat. Memang hebat, alarm yang berbunyi hanya sekali saja dapat membangunkan aku dari tidur lelapku malam ini.
Sabtu, 12 September.
Hari pertama aku masuk kuliah. Rasanya senang sekali. Setelah lima bulan berdiam diri tanpa rutinitas yang tetap. Kini aku memulainya di tempat yang berbeda, suasana yang berbeda, semangat yang berbeda, dan yang pasti sebutan yang berbeda.
“Ciee… Mahasiswa nih ye” kata Ibu meledekku yang sedang sarapan roti, pagi itu.
“Ih apa sih Ibu?” jawabku tersipu malu.
“Kenapa masih pakai baju putih abu-abu?”
“Oyah ?” aku melihat diriku, “ya Allah. Beneran salah kostum.”
“Ya sudah sana ganti baju yang keren dulu.”
“Oke” berjalan menuju kamar dan segera mengganti baju.
“Naaaah udah bener kan, Bu?”
“Udah. Keren kok, tapi sayang, masih aja keliatan kayak anak SMA.”
“Berarti Flower keliatan masih muda dong?”
“Emang kamu masih muda, Flo. Kalau Ibu, baru sudah tua.”
Aku tersenyum, “iya emang Ibu udah tua. Kan udah punya anak perempuan yang jadi mahasiswa.”
“Flower. Ini motor kamu udah siap. Inget yah hati-hati!” selak Ayah yang baru saja selesai memanaskan mesin motorku.
Aku keluar dan melihat kendaraan yang baru dua minggu parkir di rumah kecil ini.
“Terima kasih Ayaaaaah” aku mencium pipinya.
“Tumben kamu cium pipi Ayah. Udah 10 tahun kayaknya kamu nggak pernah cium pipi Ayah.”
“Ah masa sih, Yah? Selama itukah?”
“Kayaknya sih gitu” lalu ia mengambil beberapa lembar kertas di saku celananya, “nih uang bensinnya” memberikan beberapa lembar kertas itu.
“Nggak usah, Yah. Flower masih punya uang hasil dari ikut kuis beberapa minggu yang lalu. Emang Flower sengaja menyisakan uang itu buat jajan pertama si Putih.”
Putih adalah sebutan untuk motor baruku. Sengaja aku memberikan satu julukan pada motor ini. Karena aku yakin, motor inilah saksi bisu perjalanan aku di kampus.
“Oke. Ya udah, sekarang udah jam setengah tujuh. Cepat jalan!”
“Baik, Ayah” aku mengambil tas dan memakai sepatu yang juga baru aku beli seminggu yang lalu.
Sejak pengumuman penerimaan mahasiswa baru, aku, Ibuku dan juga Eyang sibuk dengan segala perihal yang dapat membuatku keren ketika kuliah nanti. Mulai dari terwujudnya janji Eyang dengan si Putih, lalu Ibu yang sibuk membelikan aku sepatu dan baju-baju yang pantas dipakai ketika ke kampus. Kalau aku ? Aku hanya mempersiapkan mental supaya tidak pingsan ketika hari pertama kuliah.
Setelah aku selesai dengan tali di sepatuku, aku bergegas pergi dan yang pasti meminta restu kedua orang tuaku.
Si putih membawaku dengan asiknya menuju kampus impian. Suasana pagi yang segar dengan udara yang masih sejuk dan wajib dihirup sepuas-puasnya, karena satu atau dua jam lagi udara ini akan lenyap. Dengan jaket yang tebal, penutup mulut, sarung tangan, serta helm yang disiapkan oleh Ibu untuk melindungiku menuju kampus impian.
Satu jam perjalanan dari rumahku menuju kampus ku lewati dengan nyanyian-nyanyian penyemangatku. Begitu senang rasanya. Melewati pintu masuk kampus itu rasanya seperti masuk ke pintu rumah yang di dalamnya berisikan keluarga yang harmonis. Menyenangkan.
Segera ku parkirkan si putih di tempat yang menurutku strategis dan aman. Aku berjalan dengan rasa percaya diri yang luar biasa menuju Fakultas Ilmu Komunikasi. Di koridor yang lumayan panjang yang baru beberapa langkah ku telusuri. Aku melihat seorang lelaki yang dari gayanya memang sangat keren dan terlihat berasal dari keluarga yang berada.
Gile tuh cowok ganteng banget. Gaya nya keren. Tajir nih orang. Anak mana yah? Satu fakultas kah sama gue? Mudah-mudahan lah