Senin, 11 Mei 2015

Stupidfy: Maulana Wisnu A.

Bagian Empat.

Mungkin Fay sudah lelah untuk memberikan perhatian ke Wisnu yang tidak pernah ia rasakan balasannya. Anak kecil itu kan mudah bosan. Sudah memasukin akhir Catur Wulan tiga. Hubungan pertemanan antara Fay, Wisnu dan Wawan yang dibumbuhi cinta monyet ini masih terjalin rapih.
Minggu lalu Fay masih suka membicarakan Wisnu di depan Wawan ketika mereka pulang sekolah bersama. Satu hal, Wisnu tidak pernah pulang bareng Wawan dan Fay karena Wisnu selalu pulang bersama Ibunya. Hari ini Fay sedikit berubah. Sejak kemarin, hari Selasa, ketika Fay melihat Wisnu menarik hidung Pamela di kelas, Fay mulai sedikit terlihat ill feel terhadap Wisnu.
Hari ini Fay dan Wawan kembali pulang bersama. Fay mulai menceritakan dirinya yang sudah kesal dengan Wisnu yang selalu mengabaikan perhatiannya. Dasar anak kecil.
“Aku udah males deh Wan sama Wisnu. Dia cuek-cuek banget sama perasaan aku. Kita udah mau selesai TK kan, mau ke SD, masa si Wisnu masih gak suka sama aku sih? Emangnya aku gak cantik apa? Kata Ibu aku, aku cantik banget. Lucu juga. Menurut kamu begitu kan? Ah iya, pasti menurut kamu gitu. Kamu kan suka sama aku. Aku cuma mau dibilang cantik lagi sama Wisnu. Tapi Wisnu nya begitu.” Fay menggerutu.
“Yauda Fay kamu jangan kayak bego gitu dong. Kalau Wisnu kayak gitu sama kamu ya suka sama yang lain aja. Kayak aku gitu yang suka sama kamu. Kamu malah cuekin aku juga. Emangnya aku gak ganteng ya? Masih gantengan aku tau Fay dari pada Wisnu. Liat deh muka aku. Aku ganteng tau.”
“Ih, engga! Gantengan Wisnu kemana-mana Wan. Kamu mah jelek. Item gitu kamunya. Kalau Wisnu kan putih, tinggi lagi. Kamu mah pendek, Wan.”
“Ah seterah kamu deh. Kamu jadi main ke rumah aku kan? Nanti kita main Nintendo. Kemarin ayah aku baru beli Nintendo buat aku mainin.”
“Tuh kan, gimana kamu mau pinter? Kamu main mulu. Orang mah sekali-sekali belajar dong, buka buku terus kayak aku.”
“Gak mau, aku mah mau main aja. Belajar mah capek udah di sekolah. Ngapain belajar mulu sih?”
“Ya kan biar pinter.”
“Kan ada kamu yang suka ngajarin aku sama Wisnu, jadi aku males lagi belajar. Eh, udah jadi ya ke rumah aku. Aku temenin kamu ganti baju dulu nanti kita bareng-bareng ke rumah aku buat main game. Ya, Fay?”
“Iya, Wan. Aku kasian sama kamu. Hehe yauda aku masuk dulu, kamu tunggu di bangku situ ya. Aku mau ganti baju dulu. Sebentar kok.”
“Oke deh, Fay. Aku minta minum ya sekalian.”
Fay masuk ke rumahnya dan mengambilkan sebotol minum untuk Wawan yang menunggunya di depan. Fay dengan cepat mengganti seragam TK berwarna oranye itu dengan celana santai pendek dan kaos lengan pendek. Dengan cepat ia meminta Ibunya untuk menguncirkan rambutnya di sisi kanan dan kiri kepalanya. Dihiasi juga dengan jepitan bergambar Barbie di masing-masing ikatan. Dengan poni depan sesuai gayanya.
“Fay main dulu ke rumah Wawan ya, Bu.” Kemudian mereka berdua jalan ke rumah Wawan.
Di perjalanan mereka, mereka bertemu dengan Wisnu yang saat itu lewat dengan diboncengi di jok motor belakang oleh bapaknya. Wisnu yang hanya lewat berteriak, “Fay sama Wawan pacaran. Yeeee!!!”

Kemudian ejekan itu belanjut sampai mereka keluar dari taman kanak-kanak dan melanjutkan ke SD. Mereka masuk SD yang berbeda. Sesekali ketika mereka sudah di Sekolah Dasar mereka bertemu, Wisnu masih suka mengejek Fay yang dianggapnya pacaran dengan Wawan. Walaupun, memang sekarang diantara mereka bertiga, hanya Fay dan Wawan yang semakin dekat. Fay suka ke rumah Wawan hanya untuk sekedar main Nintendo dan cerita tentang Wisnu atau orang lain lagi yang disukai Fay. Tapi hubungan mereka masih saja dalam status berteman.

Stupidfy: Maulana Wisnu A.

Bagian Tiga.

“Wan, nanti main ke rumah Wisnu yuk. Aku mau ketemu dia di rumahnya. Kamu tau kan rumahnya? Tapi jangan bilang-bilang ke Wisnu.” Fay mencoba mengajak Wawan ke rumah Wisnu sepulang sekolah.
“Gak ah. Ngapain aku ke rumah Wisnu sama kamu. Kalau kamu suka sama dia ya kamu aja sana yang ke rumah Wisnu sendirian. Kalau kamu masih ngajak aku, nanti aku bilangin malah ke Wisnu.”
“Kamu mah pelit Wan sama aku. Aku kan pengen tau rumahnya aja Wan. Sekalian iseng siang-siang aku gak ada temen main di rumah.”
“Yauda kamu main ke rumah aku aja, kan yang penting main kan?”
“Wan, tapi kan aku mau main ke rumah Wisnu. Mumpung gak ada PR. Ayolah Wan!”
“Engga mau ah. Aku males sama kamu.”
“Yauda, aku jalan sendiri aja nanti nyari rumahnya Wisnu kalau kamu gak mau nemenin. Aku kesel sama kamu ah Wan. Kita musuhan.” Fay sampai di rumahnya dan langsung masuk ke dalam.
“Bodo amat, Fay!”
Fay segera mengganti seragam sekolahnya dengan baju mainnya. Baju kodok berwarna biru langit itu ia pilih setelah lima belas menit mencocokan dengan dirinya di depan cermin. Fay memang termasuk anak yang genit. Lihat saja, lima tahun juga belum ada tapi dia sudah mulai mempercantik dirinya yang masih polos.
Ibu Fay melihat anaknya yang sibuk dengan beberapa helai pakaian yang ia keluarkan dari lemarinya. Beliau bingung apa yang dilakukan anaknya siang-siang gini. Memang Ibu Fay tau kalau Fay mau pergi ke rumah Wisnu, tapi menurutnya ada niat lain kalau dia sibuk mencocokan pakaian hanya untuk berkunjung ke rumah teman sekolahnya.
“Bu, Fay mau ke rumah Wisnu dulu ya.”
“Udah rapih emangnya? Udah cantik? Mau ke rumah Wisnu aja dandannya lama banget. Kamu tuh masih kecil aja udah genit banget. Gedenya gimana? Emang kamu tau rumahnya Wisnu?”
“Bawel nih Ibu. Aku gak tau Bu rumahnya Wisnu.”
“Terus?”
“Ya aku inget-inget aja dulu. Yang aku tau Wisnu rumahnya deket sama rumah Imay, jadi nanti aku tanya sama Imay aja. Minta anterin sebentar.”
“Emang Imay nya mau?”
“Mau kali. Yauda aku pergi dulu ya. Uang jajan Fay masih ada gopek bu. Buat jajan di rumah Wisnu. Kata Mamanya Wisnu, Mamanya Wisnu dagang di depan rumahnya. Dadah Ibuuuuu” Fay pergi.
Fay berjalan ke rumah Imay, memang yang dia tau rumah Wisnu tidak jauh dari rumah Imay. Sekitar lima puluh meter Fay berjalan, sampailah di rumah Imay. Fay meminta Imay untuk mengantarnya ke rumah Wisnu. Tetapi Imay sedang sibuk mengurus adik kecilnya juga. Hingga pada akhirnya Imay hanya memberikan petunjuk jalan ke Fay.
“Tadikan kamu dari rumah kamu buat masuk kesini kamu belok kanan kan. Nah nanti kamu keluar aja dari gang ini, Fay. Dari depan situ kamu lurus. Abis itu kalo ada lapangan kamu belok ke kanan, kamu jalan kelilingin lapangan itu aja, sambil liat ke kiri. Rumahnya Wisnu ada di sebelah kiri. Warna catnya putih, di depannya ada warung, itu rumah dia. Pokoknya di jalanan itu yang warung cuma rumahnya Wisnu doang deh.”
“Yah sayang ya kamu gak bisa nemenin aku. Yauda deh, makasih ya May. Aku jalan dulu. Daaah.”
“Iya, dadaaah.” Imay melambaikan tangan ke arah Fay.
Fay mulai mengikuti petunjuk dari Imay. Berjalan cukup dekat ia bertemu dengan lapangan. Mungkin dari sini tidak jauh lagi pikirnya. Akhirnya ia berjalan kembali. Panas matahari saat itu memang sedang puncaknya. Bagaimana tidak? Ini pukul dua belas siang. Matahari jelas sedang panasnya. Tapi demi orang yang dia suka, Fay rela berjalan di bawah terik untuk mencari rumah Wisnu. Padahal ketika sampai pun ia masih belum tau apa yang akan dia lakukan.
Ternyata memang tidak jauh dari lapangan, bahkan tidak sampai mengelilingi lapangan Fay sudah bertemu warung Ibu Wisnu. Dengan beralasan mau jajan di warung ini, Fay memanggil nama Wisnu.
“Beli… Beli…” teriak Fay di depan warung itu. Tidak menunggu lama, Ibu Wisnu keluar.
“Mau beli apa?” Tanya Ibu Wisnu, “eh kamu Fay” Ibu Wisnu mengenali wajah Fay, “akhirnya kamu kesini juga. Wisnunya lagi tidur, Fay. Kamu mau jajan apa?”
“Aku beli mi gemes aja mamanya Wisnu. Wisnunya tidur ya?”
“Iya, dari tadi pulang sekolah dia langsung tidur. Capek katanya. Ini, nak” memberikan sebungkus jajanan ke Fay, “kamu mau main dulu? Duduk-duduk aja dulu di dalem sambil nunggu Wisnu bangun.”
“Engga deh mamanya Wisnu. Aku mau pulang aja. Cuma mau jajan disini. Hehe” Fay menutupi malunya karena berkunjung di waktu yang salah. Setelah memberikan uang dua ratus rupiah ke Ibu Wisnu, Fay izin untuk kembali ke rumahnya.
Tindakan ini memang pertama kali Fay lakukan untuk mencari perhatian orang yang dia suka. Dengan kepolosan yang masih ada dalam dirinya, Fay melakukan hal yang selalu menurutnya benar. Dan kunjungan ini tidak bermakna apa-apa selain ia harus mengeluarkan uang untuk makanan yang dia tidak suka. Kemudian ia pulang dengan keringat yang menembus bajunya karena panas terik matahari.
***
Paginya sangat sejuk hari itu. Fay, Wisnu, dan Wawan sudah hadir di sekolah berbarengan tadi. Mereka duduk di ayunan ganda seperti biasanya. Sambil bercanda-canda layaknya anak TK mereka menghabiskan waktu menunggu. Bel masih akan berbunyi sekitar sepuluh menit lagi. Masih ada cukup waktu untuk bersantai.
Wisnu mulai jahil. Ia menggoda Wawan dengan menyebut nama orang tuanya lagi. Wawan awalnya terlihat biasa, ia lebih tidak memperdulikan dan hanya mengobrol dengan Fay. Tingkah Wisnu semakin menjadi ketika Wawan memang menghiraukannya. Wisnu berteriak di telinga Wawan menyebut nama Bapaknya. Terlihat juga kerisihan di wajah Fay. Fay menjewer telinga Wisnu dan Wisnu membalas juga.
Perhatian Wisnu beralih ke Fay. Akhirnya Wisnu bercanda dengan Fay dan Wawan mulai diabaikan. Wawan turun dari ayunan dan berdiri di samping ayunan tersebut. Mungkin emosi Wawan sudah memuncak. Kelihatan dari dahinya yang mulai mengkerut itu. Ia goyangkan ayunan ini ke kanan dan ke kirinya. Ayunan ini mulai mengencang goyangannya. Fay terlihat panik, dia teriak menyebut nama Wawan. Wisnu mencoba menenangkan Fay dan mau membalas tingkah Wawan. Wisnu berdiri di ayunan dan berniat keluar ayunan untuk menghampiri Wawan dan memberinya pelajaran. Ketika Wisnu melangkahkan kakinya, kakinya justru tersangkut satu besi penyanggah. Kemudian ia terjatuh dengan posisi kepala yang menyusruk.
Wisnu menangis, Fay panik, sedangkan Wawan pergi sambil tertawa puas. Fay menghentikan ayunan ini, kemudian membopong Wisnu menuju ruang guru. Bu Wati mendengar suara tangisan Wisnu, kemudian dengan sigap beliau membatu Fay. Begitu Wisnu ditangani oleh Bu Wati, Fay langsung mencari Wawan. Mencari ke sudut kelas, ternyata Wawan mengumpat di bawah meja paling belakang di kelas.
Fay menarik tangannya. Dia memaki Wawan karena menurutnya tindakannya sudah kelewatan. Tapi Wawan membantah karena menurut dia, Wisnu yang mulai duluan. Memang kalau dipikir, Wisnu yang terlalu jahil, wajar sampai Wawan membalas. Apalagi mungkin Wawan juga jengkel dengan kedekatan Wisnu dan Fay. Cinta monyet yang sangat lucu. Anak TK sudah mengenal jatuh cinta dan cemburu. Kacau.
Di ruang guru, Wisnu masih menangis dan kesakitan. Darah di kepalanya sudah dilap dan lukanya sudah ditutup dengan kassa yang ditetesin obat merah dan dilekatkan dengan plaster. Keadaan Wisnu memang tidak memungkinkan untuk melakukan pelajaran hari ini. Fay menawarkan dirinya untuk mengantar Wisnu ke rumahnya. Penawaran itu disetujui oleh Bu Wati dan beliau juga menyuruh Wawan menemani Fay. Kemudian mereka mengantar Wisnu ke rumahnya.
Sepanjang jalan, Fay tidak sedetikpun berhenti mengomeli Wawan. Walaupun Wawan sudah meminta maaf kepada Wisnu dan Wisnu sudah memaafkannya. Begitu sampai di rumah Wisnu, Wawan langsung mengajak Fay kembali ke sekolah untuk mengikuti pelajaran. Dengan menahan rasa simpatiknya, Fay kembali ke sekolah.

***

Stupidfy: Maulana Wisnu A.

Bagian Dua.

Hari ini tepat dua bulan Fay belajar di TK. Kemarahan Wawan atas tingkah Wisnu waktu itu sudah lama hilang. Kini mereka bertiga berteman akrab. Bahkan, karena akrabnya Fay lebih perhatian ke Wisnu. Ketika ada tugas atau hal yang tidak Wisnu dan Wawan tidak mengerti, Fay akan lebih cenderung mengajarkan dengan asik ke Wisnu. Sepertinya memang Fay suka sama Wisnu.
Wawan yang curiga atas perhatian Fay yang berlebihan itu, akhirnya ia bertanya secara langsung kepada Fay di depan Wisnu. Cinta monyet yang pertama kali dirasakan Fay memang membuat Fay malu. Karena ia harus mengutarakannya langsung di depan Wisnu dan Wawan.
Kembali lagi insidennya terjadi di hari Sabtu, jam olahraga. Fay bilang ke Wisnu kalau ia suka. Ada Wawan juga.
“Tapi aku gak suka sama kamu, Fay. Yang suka sama kamu Wawan. Bukan aku, kamu jangan suka sama aku yah. Sukanya sama Wawan aja, Wawan suka banget sama kamu. Katanya kamu cantik dan baik. Jadinya kamu sama Wawan aja.”
Fay yang malu karena ditolak begitu saja, ia pulang ke rumahnya tanpa membawa tas dan perlengkapan lainnya yang ia bawa ke sekolah. Ibu Fay yang hari itu tidak sedang menunggu Fay di sekolah terkejut karena Fay pulang dengan menangis. Fay tidak bilang apa-apa ke Ibunya, kali itu Fay masih malu bilang ke Ibunya kalau ia baru saja ditolak oleh teman sepermainannya.
Tidak lama setelah Fay berhenti menangis, sekitar pukul sepuluh lewat lima. Wawan datang ke rumah Fay. Wawan yang memang kata Wisnu suka sama Fay sering sekali membuntuti Fay sampai rumahnya untuk sekedar tau. Jadi hari itu, Wawan dengan kesadarannya membawakan perlengkapan Fay yang ditinggal di kelas ke rumah.
“Kamu nangis, Fay? Ini perlengkapan kamu.”
“Gak tau” jawab Fay ketus, kemudian ia ambil perlengkapannya tanpa berterima kasih kepada Wawan, “sudah sana pulang! Nanti kamu dicariin Ibu kamu.”
“Iya, aku pulang dulu ya, Fay.” Kata Wawan lugu.
Di hari sekolah berikutnya, Fay masih sering mengajak Wisnu main bersama di rumahnya dan masih tidak peduli dengan Wawan.
***
Kebodohan Fay selanjutnya yang dilakukan Fay karena jatuh cinta dengan Wisnu adalah ketika masa belajar Catur Wulan dua selesai dan waktunya pengambilan laporan hasil belajar. Saat itu semua murid datang ke sekolah ini bersama orang tuanya.
Pagi-pagi sekali Fay sudah rapih. Pakaian rapih dan juga sudah selesai dengan sarapannya. Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Sedangkan acara pengambilan rapot adalah pukul delapan.
“Kamu sudah rapih, Fay? Tumben. Yauda kamu siapin baju buat Naufal yah!”
“Iya, Ibu. Naufalnya juga belum mandi ya? Gimana sih Ibu? Kan kita mau ngambil Rapot. Masa jam segini belum apa-apa sih?!” Fay menggerutu. Naufal adalah adik laki-laki Fay, saat itu Naufal masih berusia empat bulan.
“Yauda bantuin Ibu dulu deh.”
Dengan cemberut, Fay menjalankan perintah Ibunya. Fay merasa kalau dirinya sudah rapih ya siap jalan. Tapi pekerjaan rumah masih banyak yang belum Ibu Fay kerjakan. Padahal kalau saat itu dia sudah mampu berpikir benar, ia harus rela terlebih dahulu membantu Ibunya. Ayah Fay? Beliau juga masih belum rapih. Hanya Fay yang bersemangat lebih, bahkan lebih dari hari pertama sekolahnya.
Sambil menunggu Ibu Fay memandikan Naufal, Fay membuka buku-buku pelajarannya. Ia mengulang kembali pelajarannya. Padahal setelah ini ia akan menghadapi masa libur selama satu minggu. Ya begitulah kalau anak kecil lagi semangat belajar, jangan sekali pun dilarang untuk berhenti. Sebelum ia besar dan kenal dengan Mal, jalan-jalan, gadget, atau hal lainnya yang membuat belajar itu menjadi malas untuk dijalani.
Waktu menunjukkan pukul delapan, Fay dan Ibunya belum juga jalan. Fay yang sudah tidak sabar terus saja mengoceh tidak karuan memaki Ibunya yang hampir selesai dandan. Ia duduk di bangku plastik depan rumahnya. Fay mulai mengayunkan kakinya untuk menghabiskan kebosanannya. Hingga akhirnya Ibu Fay selesai dan langsung berangkat menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, Fay langsung mencari Wawan dan Wisnu. Katanya hanya untuk mencari tau hasil belajar mereka, sekaligus mengukur kemampuan Fay dalam membantu Wawan dan Wisnu belajar. Begitu yang dikatakan Fay ketika ia melepaskan genggaman tangan Ibunya.
“Gimana hasilnya kalian?” kata Fay antusias menatap Wisnu yang berdiri di samping Ibunya dan Wawan.
“Aku hasilnya ga bagus, Fay. Udah gitu ada yang kurang baik katanya di kedisiplinannya kata Ibu aku.” Jawab Wisnu.
“Iyalah, kamu kan gak disiplin, Wis. Datengnya telat, kalo di kelas kerjaannya jalan-jalan terus. Udah gitu sukanya iseng sama orang.” Wawan sewot.
Fay tertawa, “iya termasuk ngatain kamu pake nama bapak kamu ya, Wan?”. Wisnu ikut menyambut ucapan Fay dengan tertawa. Sedangkan Wawan langsung meninggalkan mereka berdua. Karena Wawan dan keluarganya akan pergi ke kampungnya untuk beberapa hari,
“Kamu masih suka sama aku? Kan nilai rapot aku jelek?” Tanya Wisnu polos. Ternyata ia masih tau kalau Fay masih suka dengannya. Ibu Wisnu yang berdiri di samping Wisnu terkejut dengan pertanyaan anaknya itu. Beliau tertawa geli juga mendengarnya. Yang ada di benaknya adalah anaknya masih terlalu dini untuk mengenal cinta, walaupun itu cinta monyet.
“Ih kamu mah, Wis. Aku kan jadi malu. Itu didenger sama Ibu kamu tau. Aku malu kalau aku masih suka kamu walaupun kamu gak pinter, jahil, kurang disiplin. Itu tuh Ibu kamu ngeliatin aku aja.”
“Kamu suka sama Wisnu, nak?” Tanya Ibu Wisnu, “kalian masih kecil, belajar dulu yang bener, jangan suka-sukaan dulu!”
“Iya tuh, Ma. Si Fay suka sama aku katanya. Aku ganteng kali ya, Ma?”
“Udah kek Wis, aku kan malu. Kamu mah begitu deh. Nanti aku pulang lagi nih.”
“Kamu mau pulang? Kan mama kamu masih disini, Fay. Kalau kamu pulang gak ada Wawan lagi loh yang bantu kamu.”
“Kamu jahat Wisnu. Jangan digituin dong!” kata Fay dengan wajah cemberut.
“Eh… Nanti main ke rumah Wisnu yuk, Fay. Banyak jajanan di rumah. Kan Mama Wisnu jualan jajanan.”
“Iya Mamanya Wisnu. Nanti aku main deh ke rumah Wisnu kalau Wisnu nya udah jadi pacar aku.” Kata Fay polos sehingga membuat Wisnu dan Ibunya tertawa.

***

Stupidfy: Maulana Wisnu A.

Bagian Satu.

Hari pertama tahun ajaran baru, 1998-1999. Fay baru saja merapihkan buku dan rapih juga dengan sarapan paginya. Saat itu Fay baru saja memutuskan untuk belajar di Taman Kanak-Kanak di dekat rumahnya. Rambut lurus dan rapih terhenti di samping antingnya yang saat itu berbentuk bulat melingkari lubang telinganya. Poni depan nyaris menutupi alisnya yang tipis. Rambutnya memiliki belah tengah, tepat ditengah kepalanya. Gigi susunya yang masih rapih putih dan kecil itu akan sangat terlihat di tawanya yang manis.
Dia semangat sekali nampaknya untuk pergi ke sekolah. Hari ini semangatnya karena dia masih dalam semangat belajar. Besoknya? Mana tau?
Dengan diantar Ibunya, ia berjalan dengan senang hari itu. Tertawa dan melompat. Sesekali dia menyanyikan lagu anak-anak yang sudah hapal dia nyanyikan. Bertanya-tanya lugu kepada Ibu membuat beliau jengkel dan menarik tangannya hingga jatuh, kemudian dia terdiam dan menunjukkan wajah sedihnya.
Sampai dia di depan gerbang Taman Kanak-Kanak Kelapa Gading. Dia melihat banyak orang yang seumuran dengannya. Sedihnya tadi berubah menjadi tawa kembali. Tapi kali itu ia masih tidak punya nyali untuk bergabung bermain dengan teman-temannya. Akhirnya dia duduk di samping Ibunya sekaligus memperhatikan keadaan sekitarnya.
Bel masuk berbunyi, semua anak masuk ke dalam kelas. Fay masih malu nampaknya, dia masih menggandeng tangan Ibunya. Kemudian datang seorang wanita yang seumuran dengan Ibu Fay dan mengajak Fay masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran di hari pertamanya. Nama wanita itu adalah Wati, biasanya orang di TK ini memanggilnya Ibu Ncas. Tidak tau dari mana nama panggilan itu. Namun, panggilan itu membuat orang tua murid disini akrab dengannya.
Fay menerima ajakan Bu Wati, dia masuk kelas dan mencari tempat duduk yang masih kosong. Masih dengan malunya, Fay diam saja di kelas. Semangatnya beberapa menit yang lalu seketika tertutupi dengan rasa kurang percaya diri di hari pertama sekolahnya. Fay duduk di bangku baris kedua dari depan, di barisan bangku sejajar dengan pintu. Ternyata kebiasaan ini sudah ada sejak zamannya Fay TK, bangku depan selalu kosong karena banyak anak yang kurang percaya diri untuk menunjukan bahwa ia pintar dan semangat untuk belajar.
Sehari berlalu, dua hari berlalu, tiga hari berlalu, hingga bertemulah Fay dengan pelajaran olahraga. Bagi sebagian anak, terlihat juga di beberapa TK lainnya atau murid disini tahun sebelumnya, semua bersemangat ketika jam pelajaran olahraga. Kenapa? Karena pelajaran olahraga itu dilakukan di luar kelas, biasanya juga olahraga itu waktunya tidak akan sepenuhnya dihabiskan untuk pelajaran olahraga, dengan kata lain waktu olahraga adalah waktunya bersantai untuk murid yang cepat suntuk berada di dalam kelas.
Fay mulai menunjukkan kecentilannya disini. Di jam olahraga dia berada di barisan paling depan. Tinggi badannya inilah yang membuat Bu Wati dan Bu Sukaesih, kepala sekolah Taman Kanak-Kanak ini, menyuruh Fay berdiri di barisan paling depan. Memang, Fay tidak terlahir dengan postur tubuh yang digolongkan tinggi. Mungkin itu pula yang membuat Fay agak minder di hari pertama sekolahnya.
Lima hari pertama sekolahnya di minggu pertama, Fay malu. Tapi di hari keenam ini, Fay menunjukkan gelagat yang berbeda. Tidak tau apa yang hadir di mimpinya semalam, tapi Fay terlihat centil hari ini. Ketika Bu Sukaesih menyuruh murid-murid lencang tangan, tangan Fay menonjok bahu rekannya yang di sebelah kanan. Jelas di barisan kanan adalah murid laki-laki. Berdirilah disana murid laki-laki bernama Wawan. Bagaimana Fay bisa kenal Wawan?
Kemarin, tepatnya di hari Jumat, Fay yang sudah jago sekali dengan penulisan angka membuat dirinya harus duduk di bangku paling belakang. Kata Bu Wati supaya yang masih belum Lancar dan kaku dalam menulis bisa duduk di depan dan memperhatikan apa yang beliau ajarkan. Ketika Fay duduk di belakang, Fay dihampiri Wawan. Wawan minta diajarkan cara menulis angka empat di buku latihannya. Dengan polosnya, Fay mengajarkan Wawan apa yang ia bisa lakukan. Kemudian ketika Wawan paham, barulah disana Fay menanyakan namanya. Kenalah Fay dengan satu orang di kelas ini, karena sebelumnya Fay hanya hidup sendiri di kelas karena kepintarannya dibanding murid lainnya.
Olahraga selesai, Fay membeli jajanan lidi-lidian untuk ia makan sambil menunggu waktunya masuk kelas. Setelah membeli jajanan lidi-lidian yang saat itu masih berharga seratus rupiah, Fay duduk di ayunan ganda depan ruang guru. Ketika asik dengan makanannya, Wawan datang bersama seorang lainnya. Wawan duduk di samping Fay, sedangkan yang satu lagi duduk tepat di depan Fay. Wawan menyuruh Fay untuk berkenalan dengan anak itu. Saat Fay melihat anak itu, Fay terlihat salah tingkah. Ternyata lucunya anak kecil kalau suka sama orang. Salah tingkahnya pun aneh. Lebih centil dan polos. Ya maklumlah, mereka masih anak kecil.
“Nama kamu siapa?” Tanya anak itu ke Fay. Ternyata Wawan belum memberitahu apa-apa tentang Fay ke anak itu.
“Nama aku, Fay.” Jawab Fay lugu dan malu.
“Aku Maulana Wisnu Arifin. Kamu panggil aku Wisnu ya, Fay. Kata Mamaku, kalau kenalan kasih nama lengkapnya. Nama lengkap kamu?” ucap Wisnu.
“Tapi waktu aku kenalan sama Wawan aku gak pake nama lengkap. Ya kan, Wan?”
“Iya sih. Mama kamu ngada-ngada kali, Wis.” Wawan mendukung Fay.
“Tapi kan gak salah tau kalo kita kenalan dengan nama lengkap. Kamu juga Wan gak belain aku. Kan kita temenan.” Balas Wisnu.
“Yauda dari pada kita berantem, aku kasih tau aja nama lengkap aku deh. Nama aku Fay Aristi. Kalo kamu Wan?”
“Aku Hendra Hermawan. Tapi jangan panggil aku Hendra yah. Soalnya Hendra nama bapakku.”
“Oh Hendra nama bapak kamu? Woo Wawan anaknya Hendra. Wawan anaknya Hendra.” Ejek Wisnu dengan suara lantangnya membuat suasana ramai.
Kalau saja kita mengingat, semasa kecil, biasanya TK ataupun SD, mengejek nama orang tua adalah hal paling biasa dilakukan untuk bercanda, bisa juga sebagai bahan untuk menjelekkan teman ketika berantem.
Wawan yang merasa kesal dengan sikapnya Wisnu yang tiba-tiba mengejek dengan nama orang tua. Hal itu membuat ia pergi dan mengajak Fay menuju ke ruang guru. Wawan mengadukan sikap Wisnu yang menurutnya kurang terpuji itu ke Bu Wati dan Bu Sukaesih. Maksudnya agar Wisnu diberikan hukuman oleh guru karena membuat ia kesal.
Alhasil, Wisnu hanya diberi nasihat oleh Bu Wati di tempatnya itu juga, di ayunan. Sedangkan Fay dan Wawan meninggalkan kejadian itu begitu saja dengan kembali masuk kelas.

***

Stupidfy : Ku Yakin Cinta Part IV

Read Stupidfy : Ku Yakin Cinta Part III                 Via Whatsapp aku mengajaknya pergi ke Puncak, enam bulan kemudian. Dia mau dan si...