"Kemana dia? Kok kamu pulang sendiri? Putus?"
"Diem deh, Yah. Gimana aku mau putus, jadian aja engga. Engga mungkin jadian juga kali sama dia."
"Tuh kan, laki-laki zaman sekarang emang begitu. Mana janjinya mau kembaliin kamu pulang dengan baik-baik aja. Anak gue kok dibikin patah hati begini."
Aku menatap wajah Ayah justru semakin kesal saat itu, "rrggghh" kemudian aku pergi ke kamar.
Aku tidak menangis sama sekali hari itu. Aku malah merasa bersyukur, mungkin kamu bukan yang aku inginkan. Buktinya, memang kamu tidak bisa memenuhi apa yang aku inginkan. Sama seperti temanku yang satu itu.
"Yaudalahyah kalau emang bukan dia ataupun dia," aku menunjuk foto kedua laki-laki seumuranku di meja belajar, "masih akan ada laki-laki yang punya pemikiran dewasa datang ke kehidupan gue."
Walaupun aku berulang kali mengatakan hal itu, tetap saja mataku berkali-kali melirik smartphone hitam yang kuletakkan di meja belajar. Bolak-balik aku ke luar kamar, pandanganku tidak pernah sekalipun lepas dari smartphone itu. Setiap dering dari Blackberry Messanger, Line, Whatsapp, tidak aku gubris, aku intip pun tidak, bahkan menyentuhnya juga tidak. Tapi ada rasa penasaran yang luar biasa untuk meraih dan membuka pesan-pesan instan tersebut.
Tiga jam aku seperti ini. Aku hanya melakukan aktivitas yang memang sudah menjadi kewajiban, seperti makan malam, shalat maghrib dan shalat isya. Aku ingat perkataan Mama tadi saat aku mengambil sebotol air putih dan cemilan di kulkas. "Tuhan itu tidak memberikan kita apa yang inginkan, tapi apa yang kita butuhkan."
"Apa emang gue harus berhenti mencari apa yang gue mau ya? Gue harus lebih berpikir mencari yang lebih gue butuhkan. Hmm..." Aku membaringkan tubuhku yang mulai lelah di atas kasur dan akhirnya aku meraih smartphone itu. Aku tidak sama sekali membuka pesan instan yang sudah banyak masuk. Aku memilih untuk membuka twitter dan facebook untuk mencari moodbooster atau kata-kata motivasi yang bisa membangunkan semangat kedewasaanku kembali.
Tak lama aku scroll ke bawah, kamu yang tadi sore jalan denganku muncul dan menge-tweet beberapa kicauan yang membuatku semakin merasa kesal.
Buat apa pacaran kalau ujung-ujungnya putus juga.
Abis jalan sama anak kecil yang ngerasa dirinya dewasa tapi pola pikirnya amit-amit.
Kalau udah sama-sama suka ya mending sekalian halal-in aja dari pada cuma status yang sebenernya juga ga boleh sama agama. Malu juga ah sama umur, kok bocah banget.
"Keparat banget nih anak" kataku setelah membaca kicauan dari kamu.
Bersambung...
Bersambung...