Sederhana, di antara sekitaran teman-temanku saling menge-post di media sosial bahwa mereka telah mengunjungi cafe-cafe yang lagi hits, kamu mengajakku pergi ke suatu kedai tradisional di pinggir jalan di balik flyover yang memang letaknya gak jauh dari rumah kita. Walaupun, bisa kita ketahui kedai itupun cukup terkenal di kalangan beberapa orang kantoran.
"Tempat apa ini? Sego kucing?" tanya aku saat kita udah sampai di tempat itu, "parkir dimana emang?"
Kamu sama sekali tidak menjawab apa yang aku tanyakan. Kemudian kamu memarkirkan motor kesayanganmu itu yang aku tau sejak kita lulus SMA kamu sudah memilikinya. Dulu, kalau kamu ingat, aku pernah diboncengi di motor ini. Bukan, bukan sama kamu, tapi sama teman kita. Gak perlulah aku menyebut namanya, dia teman baikku dan teman baikmu juga. Walau beberapa hari yang lalu dia bilang kalau kamu sudah berbeda dari dulu yang ia kenal.
Hm... kenapa dulu bukan kamu yang memboncengi ya? Mungkin kamu bertanya seperti itu. Maka aku akan menjawab bahwa saat itu kamu sedikit memberi modusan dengan teman kita yang cantik itu. Iya, dia memang cantik dan disukai anak laki-laki di kelasan kita. Mungkin termasuk kamu saat itu.
Setelah turun dari motor, aku berdiri di samping kamu. Aku melihat kamu dari bawah sampai ke atas, "asli ya dari dulu sampai sekarang badan lo selalu lebih besar dari gue. Padahal yang gue tau, sekarang gue lebih tinggi dari teman sekelas kita yang paling tinggi dulu."
"Maksud lo, Maryam?"
"Iya."
"Emang lo sekarang lebih tinggi dari Maryam?" aku belum sempat menjawab, kamu melanjutkan, "oh iya, jelas sekarang lo tinggi doang. Bokap lo kan tinggi banget. Dulu gue takut banget tuh kalau ketemu bokap lo. Abis dia tinggi banget, kan gue dulu masih kecil di mata dia. Sekarang juga kali ya, nyali gue masih kecil di mata bokap lo."
"Gue yakin badan lo sekarang gak jauh beda dari bokap gue."
Kemudian kita masuk ke kedai itu. Kamu menyuruh aku memilih makananku sendiri sesuai keinginan, tapi kamu malah menaruh sepotong ayam di piringku.
Kita kebingungan mencari tempat duduk yang nyaman untuk kita. Akhirnya, kita duduk di belakang si abang penjual.
Kita berbicara tentang hobi kamu, memasak kan? Lalu kita saling bertukar informasi mengenai keahlian kita. Kamu ahli memasak, aku ahli menjahit. Kamu bilang saat itu kalau kamu mau mencoba mengenyam pendidikan kembali di bidang masak-memasak. Lalu aku memberi saran yang aku tau informasinya.
Singkat cerita, ternyata kamu mengundang teman dekatmu, laki-laki. Sayangnya, temanmu gak tau jalan kesini. Akhirnya kita menjemput dia di Sevel di perempatan jalan besar. Setelah menjemput temanmu itu, kita kembali ke kedai.
"Kalian ini reunian? Atau emang mau jalan berdua? Kayaknya gue ganggu kalian deh." Teman kamu bertanya seperti itu saat kita duduk bersama di pinggir jalan.
"Bukan, dia teman gue. Ini juga bukan reunian, bukan jalan berdua juga."
"Lah? Gimana? Emang dia siapa?"
"Temen kok." Aku memotong obrolan kalian.
"Yah, temen?"
"Bukan, dia cemewew."
"Apa tuh cemewew?" Aku bertanya.
"Yaaahh... Gak pernah nonton Talkshow dia." Kata temanmu menyebut salah satu acara TV yang memang channelnya gak ada di TV milikku.
"Ih emang itu artinya apa?" Aku bertanya ke kamu.
"Bukan deh, bukan cemewew. Masih wakacipuy, gak tau nih kapan jadi cemewew." Kamu malah melanjutkan perbincangan dengan temanmu.
"Ih, itu artinya apaan? Kasih tau gue duluuuuu." Aku geregetan dengan tingkah kalian.
"Pokoknya nanti lo cari tau sendiri deh nonton Talkshow makanya."
"Ah curang!!!"
Bersambung...