Aku gak suka perpisahan.
Aku gak pernah mau hal ini aku ungkapkan. Aku bahkan masih kuat
dengan pendirianku untuk mempertahankan ini. Percayalah, aku juga gak
mau semua ini berakhir begitu aja. Tanpa aku, kita, saling bicara,
saling mengungkapkan hal-hal yang semestinya kita bahas sejak lama. Aku
juga masih mau berada di samping kamu, mendukungmu, memberi perhatian ke
kamu, mendoakanmu, melihatmu dengan impian kamu yang akan mulai kembali
kamu perjuangkan. Aku masih ingin mengucapkan selamat dengan kata
spesial sebagai orang spesial. Aku juga ingin kamu lihat aku melambaikan
tangan mengucapkan 'hati-hati' dan 'jangan lupa hubungi aku ya'. Jujur,
aku masih menginginkan semua itu. Saat dimana mungkin hubungan ini
terasa sangat spesial dan penuh dengan lebih dari sekedar kata romantis.
Dimana kita saling mendukung dan saling mendoakan. Aku menginginkannya.
Tapi perlu kamu tau, semua keinginan itu sudah terkikis. Sudah
rapuh. Sudah terhapus. Ketika aku merasa sudah lelah bertahan. Ketika
aku sudah tidak kuat menahan air mataku agar gak keluar. Ketika aku
sudah berhenti berfikir normal. Semua itu keluar dari mulut, dari hati,
dari pikiran begitu alaminya. Tanpa sedikit pun terlintas segala
keinginan itu. Mungkin benar, aku sudah sangat lelah hingga aku sakit
hati dan benar-benar merasakan kekecewaan atas sikap kamu kali ini. Yang
sebenarnya diperkuat juga dengan kekecewaan-kekecewaan lainnya yang
sudah terpendam sejak lama. Yang selalu saja aku tutupi dengan kata
'yaudalah, semua akan baik-baik saja kok'. Ketika sekarang, aku rasa
semua sudah mencapai puncaknya, aku sendiri yang meruntuhkan
pertahananku. Dan terakhir, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih.
Ternyata aku bukan perempuan yang kuat dan pandai, yang mungkin
seharusnya memilih untuk berbicara dengan apa adanya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang selalu kita bungkam ini. Ternyata aku adalah
seorang perempuan yang lemah, rapuh, dan bodoh. Itu saja. Terima Kasih