“Hari ini aku sidang tugas akhir
nih. Kamu yang kampusnya ga jauh dari sini, gak mau support aku?” Aku
mengiriminya pesan singkat via whatsapp.
“Aku lagi di Singapore, Fay.
Kampusku emang gak jauh dari kampus kamu, tapi posisiku jauh.”
“Lagian kenapa sih magangnya pas
banget gue sidang?”
“Tanyain ke Kajur gue lah. Lagian
kan disana ada Zuma kan?”
“He always beside me. Always do
better.”
“Gue juga disini ada yang
nemenin. Emang lo doang yang punya pasangan ?”
“Siapa? Kok lo gak kasih tau gue
punya gebetan di tempat magang ?”
“Iya, dia dari kampus cabang.
Namanya Lina, cantik deh berhijab lagi.”
“Gue gak pernah lo bilang
cantik.”
“Ya kan udah ada Zuma, kalau Lina
ga ada siapa-siapa L”
“Kok emotnya sedih”
“Bohong deh. Dia punya pacar di
Jakarta. Beda kampus juga.”
“Jadi … just Singapore I’m in
love nih ?”
“I Thought”
---
“Welcome to Jakartaaaaaaa!!!” Aku
menyodorkannya brownies buatanku. “Ini brownies buatan gue, tester pertama
Wahyu, kata dia si enak banget. Jadi gue yakin, duta pariwisata satu ini pasti
ketagihan juga.”
“Gue udah sampai Jakarta dari kapan
tau, ini kita kan lagi sparing basket, dan lo kasih browniesnya ke gue doang.
Sedangkan disana ada Wahyu. Tapi… disini lo masih berhutang cerita tentang
Zuma.”
“Jadi kapan mocha float KFC
lagi?”
“Abis ini ya mocha float lagi.”
“Okeeeeeeee. Habisin dulu
browniesnya.”
Dia mengunyah potongan pertamanya
dan menunjukkan muka sok nya, seakan dia chef terbaik di dunia yang sedang
mencicipi masakan crewnya. Padahal disini yang jelas chef adalah aku.
“Brownies yang lezat, Chef. Nanti
saya akan rekomendasikan ke rekan-rekan saya.”
---
Satu
tahun ditinggal dia ke Singapore untuk magang mengukir banyak cerita. Terakhir
kali aku masih dengan Zuma, orang yang tertulis di laporan tugas akhir dan
kemudian dia dengan Lina yang sebenarnya punya pacar.
Kami
kembali dengan satu cup mocha float KFC. Kali ini setting tempatnya di store
KFC itu sendiri. Dimulai dari kisah menariknya dengan kerennya Singapore yang
bisa mengundang wisatawan berkunjung ke Negara tersebut. Beralih ke kisah dia
dan Lina.
Tidak
akan pula berhasil hubungan yang didasarkan atas rasa butuh pengganti ketika
tidak ada. Jika satu sisi saja yang menjadikan hubungan tersebut pelarian, maka
pihak lain akan merasa sangat terluka. Jika kedua belah pihak memang menjadikan
sebuah hubungan tersebut sebagai pelarian, maka akan lebih banyak yang terluka.
Bukan pasangan mereka yang mereka tinggalkan, bahkan diri mereka yang
menjalankan. Semua itu akan terus menerus memunculkan konflik baru dalam
hubungan. Karena intinya, semua itu disebut perselingkuhan. Yang namanya
perselingkuhan akan meruntuhkan satu pondasi dalam sebuah hubungan, yaitu
kepercayaan. Mulai dari situ,bahkan pelaku merasa dirinya tidak aman dalam
hubungan tersebut. Pasangan yang mereka tinggalkan demi sebuah pelarian akan
menjadi korban ketidak-percayaan yang seharusnya dialami secara berbalik. Satu
hal yang aku dapati dari cerita dia dan Lina, Lina hebat memiliki pacar yang
luar biasa. Laki-laki itu hanya berpesan agar Lina cepat pulangkan hatinya
kembali ke rumah yang sebenarnya. Hari ini sudah sebulan kepulangan dia dan
yang kudengar dari dia, Lina dan pacarnya kembali baik-baik saja. Bahkan, untuk
mengikat kepercayaan yang lebih, setelah laporan magang bulan ini, Lina dan
kekasihnya akan bertunangan. Lina meminta dia untuk menghadiri acara pertunangannya
hingga ke pernikahan.
Lalu
bagaimana dia ? Dia tau pelarian itu seperti apa? Dan seperti yang aku bilang
di whatsapp “just Singapore, I’m in love.” Begitu sampai di Jakarta lagi, sudah
tidak ada kalimat itu. Dia menerimanya dengan ikhlas.
Aku
dan Zuma. Sebulan setelah sidang, aku diterima kerja di restaurant sebagai
bagian dari crew yang tentunya masih junior. Masih perlu banyak belajar dan
mempelajari kitchen. Bukan sekedar dapur yang ada di belakang rumah tempat Mama
masak. Ini Kitchen yang punya satu dunia tersendiri. Hal itu membuatku depresi
di awal. Namun, tekat dan keyakinan yang sempat Dhika tunjukkan dulu
memotivasiku. Aku bertahan dengan segala impian. Namun, impian belum tentu
didukung oleh realita. Zuma tidak terima dengan kesibukanku, dia terus saja
mencari masalah yang harus dibahas hingga akhirnya cukup mengacaukan aku di
kitchen. Leader Crew hampir mengancam memotong jariku, jelas itu hanya ancaman.
Tapi aku yakin, apa yang terlontar dari leader bukan hal yang sepele. Aku ajak
Zuma bicara baik-baik. Namun, dia menganggap itu masalah besar. Dengan mudah,
dia menyudahi hubungan yang menurutnya sudah tidak ada support di dalamnya. Ya
jelas, kalau dia support kenapa memersalahkan pekerjaan dan impianku ? But, si
pembuat masalah selalu bisa memutar balikan fakta.
“Kalau lo sama Wahyu?”
“Itu karena lo kelamaan di
Singapore. Gue butuh temen, jadinya sama Wahyu deh. Dan ternyata gak setiap
orang memaknai kedekatan itu dengan hal yang sama. Dia menganggap ini lebih.”
“Tapi kalian pacaran ?”
“Engga.”
“Mau denger lagi? Saran gue,
jauhin Wahyu.”
“Kenapa?”
“Terakhir kali lo tanya ini, lo
menghindar dari gue loh dan bikin kita satu periode OSIS ada di sisi yang
berbeda.”
“Sorry…”
“Let the time show it. Satu hal
yang pasti, masih ada gue yang bisa mainin gitar dengan lagunya Ungu… Laguku.”
“Bisa aja lo ah.”
“Pakar cinta mau dikalahin.”
“Cinta aja ga punya lo.”
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar