Sabtu, 08 September 2012

KENAPA JUGA ?

kenapa juga mesti gue rasain?
Kenapa juga gue alamin?
Kenapa juga gue ambil keputusan ini?
Kenapa juga sampai detik ini gue masih blm ikhlas?
Kenapa juga pilihan nya cuma itu?
Kenapa juga gak ada yg bantu gue?
Kenapa juga akhirnya begini?
Kenapa juga gue harus kecewa?
Kenapa juga jalan gue begini?
Kenapa juga gue gak bisa dapetin yg dr dulu gue mau?
Kenapa juga disana?
Kenapa juga gue iri?
Kenapa juga gue nangis?
Kenapa juga gue putus asa?
Kenapa juga motivator gue ngilang?
Kenapa juga gue harus jauh dari dia?
Kenapa juga gue harus gak yakin?
Kenapa juga lama-lama malah makin ragu?
Kenapa juga harus mereka?
Kenapa juga ada yang seperti ini?
Kenapa juga keadaan yg menuntut gue?
Kenapa juga keadaan yg mengharuskan gue mengambil keputusan?
Kenapa juga gue harus merasakan yang gak pernah gue bayangin?
KENAPA JUGA???

LUKA SANG BUNGA part VIII

“Albert, nanti sore kita jalan-jalan yuk. Masa udah 3 hari kita stay disini tapi belum pernah jalan-jalan. Lu mau kan nemenin gue?”
“Emang nya mau kemana?”
“Kemana aja deh. Nikmatin suasana London gitu.”
“Ok. Jam lima sore nanti gue tunggu di taman asrama yah.”
“Sip deh.” Terpisahlah kami siang itu.
                Suasana disini semakin menyenangkan, bahkan aku sedikit melupakan beberapa masalah ku di Jakarta sebelum aku berangkat menuju London. Kegiatan belajarku pun semakin membaik. Banyak hal yang aku dapatkan disini.  Yang pasti aku harus mempersiapkan materi presentasiku di Jakarta mengenai program pertukaran mahasiswa ini. Itulah tagihan tugasku dari Bu Jumenah.

LUKA SANG BUNGA part VII

                  Aku memang menginginkan hal ini sejak aku dinyatakan lulus SMA. Suatu hal yang menjadi bagian Planning Hidup. Semua orang ingin mendapatkan kesempatan emas ini. Tidak hanya lima atau sepuluh orang yang berjuang mendapatkan kesempatan ini. Kesempatan yang memiliki peluang satu berbanding seratus lima puluh. Oleh sebab itu, malam ini aku bersiap-siap untuk menjalani kesempatan sulit itu.
                Ku mulai mengambil benda kesayanganku itu. Ku coba hubungi satu nomor yang menjadi andalanku ketika aku merasakan dilema. Terasa hening, hanya terdengar hembusan angin malam yang bertiup menyentuh setiap helai rambutku yang tak terbalut kain. Tangan kiriku menopang dagu, sedangkan yang kanan menahan telepon genggam di telinga.
“Ayo dong angkat.” Tidak ada tanggapan. Hanya suara deringan yang terdengar dalam spaker handphone.
“Silahkan tinggalkan pesan anda setelah bunyi ‘beep’”

LUKA SANG BUNGA part VI

“Flo, kamu dimana?”
“APA IBU? AKU GAK DENGER.”
“LAGI DIMANA?”
“LAGI NONTON DRIFT CAR SAMA RIZA.”
“RIZANYA MANA? IBU MAU NGOMONG.”
“RIZANYA LAGI NGEDRIFT.” Diam “SALAH BU, RIZANYA LAGI BELI MINUM”
“PULANG KE RUMAH, RIZA HARUS NGANTERIN KAMU SAMPAI DALAM”
“IYA”

Aduh salah ngomong. Gimana nih? Pasti Ibu marah. Dan Riza pasti diomelin sama Ibu. Ya ampun gimana nih?

LUKA SANG BUNGA part V

Belajar dan belajar. Itu yang harus aku lakukan setelah aku memutuskan kembali untuk belajar dengan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Walau rasa otak lelah untuk berfikir, tetapi memang inilah keputusanku yang dulu ku ambil.
                Hari ini aku harus presentasi atas penelitianku di pelajaran Bu Andari. Memang tugas ini telah aku siapkan sejak satu minggu yang lalu. Tapi tetap saja buatku untuk membuat hasil yang luar biasa waktu satu minggu itu adalah waktu yang lama. Orang cerdas karena kreatif itu dapat menghasilkan suatu karya terbaik dan maksimal dalam waktu yang singkat. Itulah yang menjadi landasanku. Menurutku ini bukan salah aku yang mengulur-ulur  tugas. Tetapi Bu Andari yang memang memberikan limit waktu yang mengulur. Alasan beliau karena tiga hari yang lalu ia tidak bisa masuk kelas karena ada pelatihan di luar kota. Memang benar, ia tidak masuk saat itu. Sehingga aku dengan nekatnya membuat presentasi sendiri ketika Robert (Asisten Dosen) menggantikan Bu Andari. Menurut Robert, aku itu anak yang aneh. Limit waktu tugas masih lama tetapi nekat ingin mengurangi limit waktunya.

SENJA DI KAMPUS

Matahari tak lagi menyinari hari dengan sempurna. Cahayanya sudah mulai tergilir oleh hadirnya sang rembulan. Pantulan warna kuning kemerahan terlihat di setiap sisi, seiring dengan hembusan-hembusan angin sore yang membuat jilbab ini megar.

Suasana semakin hening. Setiap orang mulai melangkahkan kakinya menuju pintu gerbang. Berbondong-bondong dan saling berebutan untuk dapat lebih dulu mengeluarkan kendaraannya dari parkiran. Dengan beban pikiran akan tugas dan tentengan buku yang tebalnya bukan kepalang. Mereka yang menyebut dirinya Mahasiswa, pergi dengan berbagai rona.

Bangku panjang berwarna hijau yang terpampang di antara dua pohon yang tak besar. Ku singgah sementara untuk menikmatinya. Merasakan setiap hembusan kebanggaan telah dapat duduk di tempat ini. Mata tak henti melirik, mencari sesuatu yang tak tau apa yang sebenarnya aku cari. Yang pasti aku lakukan hanya untuk menikmati segala inspirasi. Disini, senja di kampusku.

Stupidfy : Ku Yakin Cinta Part IV

Read Stupidfy : Ku Yakin Cinta Part III                 Via Whatsapp aku mengajaknya pergi ke Puncak, enam bulan kemudian. Dia mau dan si...