“Gak nyangka ya hari ini kita balik ke Jakarta lagi? Dua minggu tuh sebentar banget yah buat yang namanya program pertukaran pelajar.”
“Iyalah, Deb. Orang-orang tuh paling sebentar satu bulan.”
“Payah nih! Harusnya nambah lagi dong satu bulan.”
“Engga deh. Gue udah kangen sama semua yang di Jakarta.”
Aku terdiam dan wajahku kembali mulai menunjukan kegalauannya. Seandainya mereka menginginkan gue kembali. Gue mungkin akan sangat merasa dag dig dug ketemu mereka. Senengnya berbagi cerita. Gimana ya mereka? Apakah mereka mau denger cerita gue?
“Lo kenapa bengong, Deb ?”
“Hah? Gak kok. Gue cuma kepikiran yang di Jakarta.”
“Siapa? Temen-temen lo yang cuek sama lo?”
“Hm,” aku mengangguk “gue takut mereka masih gak mau maafin gue. Padahal gue beneran kangen sama kebersamaan kita dulu. Bahkan yang jauh lebih menyebalkan adalah cowok yang buat gue dijauhin gini juga ngejauhin gue.”
“Ya sudahlah jangan dipikirin!”
“Gimana bisa gak dipikirin? Ini tuh alami, selalu terbayang gitu loh di otak gue.”
“Berlebihan deh lo.”
Wajahku kembali mengerut. Pikiranku pun masih melayang diantara hadirnya mereka. Pada siapa aku bercerita?
Ku buka tas laptop dank u mulai operasikan laptop itu, “parah ya. Padahal gue bawa laptop. Tapi gak semenit pun laptop ini gue gunain buat curhat. Padahal kalau gue jadiin laptop ini buat tempat curhat, pasti enak banget. Ini semua gara-gara tugas!” dumelku yang tidak terarah.
“Lo aneh deh, Deb. Marah-marah sendiri, marahin benda mati. Udah ah, gue mau tidur dulu.”
“Sana tidur! Perjalanan kita masih panjang, baru juga setengah jam kita take-off.”
“Iya Tuan Putri.” Ucap Albert meledek.
Dear Flowersister dan Flowerather
Hari ini gue dan Albert balik ke Jakarta.
Apah ? Balik ? Emang gue dari mana ya ? hahaha :p
Dua minggu yang lalu gue cabut ke London buat ikut program pertukaran pelajar dari kampus. Dan gue sama sekali gak bisa nengokin lo semua di kebun ini. So … baru sekarang deh gue balik ke kalian. Hemm… sebelumnya gue pernah posting gak sih soal gue yang dicuekin sama mereka itu ? Ya ampun, sampai detik ini tau , mereka sama sekali gak menghubungi gue. Sampai gue balik? Coba bayangin! Gimana rasanya jadi gue ini?
Ya Tuhaaan, semoga mereka kembali menjadi normal ketika gue sudah hadir di kampus seperti sebelumnya. Riza? Dhika? How are you???
My love Orion, masih ajakah hilang tanpa jejak? Orion, Flowermu tersesat nih !”
***
“Ibu, Flower males ngampus nih.”
“Kenapa males sih?” Nadanya terdengar marah.
“Dhika, Bu. Masa Dhika masih gak bisa dihubungin deh. Bu, waktu Flower di London, Dhika sering kesini gak?”
“Kamu itu ya, giliran Dhika open sama kamu, kamunya malah menjauh. Giliran Dhika jauh”
“Dhika menghilang, Bu” selakku.
“Hilang ? Yang bener tuh Dhika menjauh Flo.”
“Menjauh gimana si, Bu?” tanyaku sewot.
“Makanya, kalau Ibu ngomong ya jangan dipotong!” aku diam, “ Dhika tuh menjauh. Kenapa menjauh. Karena waktu terakhir kamu berkomunikasi, dia lagi mulai mendekati kamu. Tapi, kamunya malah sama anak balapan itu”
“Riza namanya, Bu.” Aku kembali menyelak.
“Dengerin Ibu bicara ya Flower!”
“Iya, Bu. Maaf.”
“Kamu malah deket sama anak balapan itu tuh. Ya Dhika nya kecewa deh dan menjauh dari kamu. Bukan menghilang. Sekarang, kamu berasa kehilangan kan? Mana Riza? Dia yang buat kamu jauh dari Dhika, tapi, dia juga menghilang kan? Apa kamu gak berpikir kalau Riza itu emang gak baik di dunia kamu. Kamu sudah kehilangan orang yang berpengaruh di pikiran kamu. Tapi gak sedikit pun dia peduli sama kamu. Dari kamu berangkat ke London, sampai sekarang kamu udah pulang. Mana Riza?”
“Ibu tuh gak asik yah. Bukannya waktu malam itu Ibu dan Ayah mengusir Riza? Malam setelah aku keceplosan bilang kalau Riza lagi nge-drift?”
Ibu terdiam. “Pokoknya Flower gak mau berangkat kuliah!”
“Flower… Kamu bukan anak SMA lagi kan?”
Aku menunduk dan justru kini aku yang terdiam. “Iya, Bu. Maafin Flower yang terlalu manja dan berlebihan.”
“Ya sudah, jalan deh ke kampus. Kalau memang kamu sudah merasa dewasa dan pintar. Datangi mereka dan minta maaf.”
“Iya, Bu.”
***
Aku datang dengan semua ketegangan yang aku miliki. Wajahku harap-harap cemas. Pagi ini aku harus bertemu dengan Bu Jumenah untuk menyerahkan tugas pertukaranku. Lalu aku berencana untuk mencari Riza.
Aku berusaha menelpon Lucy dan yang lainnya. Seperti sebelumnya, tak ada yang merespon. Aku kebingungan seperti orang yang tersesat di tengah labirin yang luas. Seperti mahasiswa baru yang baru saja datang dari pelosok. Bener-bener buta dan merasa kacau.
Langkah kakiku telah berhenti di ruang tunggu dosen. Aku mencari meja Bu Jumenah. Ku temukan dan ku letakkan sekumpulan tugas itu. Begitu keluar dari ruang itu, aku berpapasan dengan Riza.
“Riza.”
“Debby.” Wajahnya panik.
“Riz…”
“Kamu udah pulang, Deb?” selaknya.
“Hem iya aku udah pulang, kemarin lusa aku sampai di Jakarta.”
“Oh” hening, “aku tinggal dulu ya. Aku mau ke kelas. Ada tugas.” Ucapnya terbata dan ia pergi.
“Riza… aku mau nanya…” namun ia telah berlari menjauh.
Ku hela nafasku panjang. Menggelengkan kepala dan mulai berbalik arah. Ku langkahkan kaki ini menuju kelas. Kecewa, menyesal, dan kesedihan yang menggerayangi pikiranku ini memang sedang melanda. Ya Tuhan, salah ya kalau Flower kenal Riza?
Di kelas aku melihat Lucy sedang berbincang dengan Dara. Ku segerakan menghampiri mereka dan ku sapa keduanya. Syukurlah. Mereka merespon dengan baik. Ku mulai segala perbincangan ini dengan rasa canggung. Sama seperti dulu, awal kita berkenalan.
Dari perbincangan yang panjang membuat aku haus. Kemudian aku lekas pergi untuk membeli air mineral. Tiba-tiba Lucy menarik tanganku, “gue ikut.” Dan aku menjawab dengan senyuman dan anggukan.
“Deb, gimana di London?”
“Hah?” aku terkejut, ternyata Lucy menanyakan hal itu.
“Deb, gimana?” tanyanya halus.
“Gue? di London? Galau!” jawabku tegas.
“Kenapa galau?”
“Gak usah basa-basi deh. Lu tau lah jawabannya.” Nada ucapku mulai tinggi.
“Deb, gue...” ia terdiam.
“Kenapa? Lo semua musuhin gue karena gue deket sama Riza? Terutama temen lo itu tuh si Dara? Dia cemburu gue deket sama Riza? Sampai dia gak datang ketika gue mau pergi? Dan elo? Lo dimana, Alucia? Trus, Dhika? Tio? Zahid? Dan yang lainnya? Kemana? Gue dua bulan didiemin sama lo semua, dan dua minggu gue di luar negeri tanpa bisa curhat sama lo semua. Dan yang parah, sampai pulang kemarin lusa gak ada satu pun dari kalian menyambut gue. Sampai tadi pagi, gue ketemu Riza. Bullshit semuanya!” ya, aku mengeluarkan segala rasa itu.
Lucy menunduk, sepertinya ia terlihat menyesal, “gue gak akan cerita apa-apa ke elo. Sampai lo tau dari Dhika.”
“Mana Dhika? Sampai sekarang aja gue gak liat batang hidungnya. Telponnya aja gak pernah aktif. Sombong banget sih.”
“Maafin gue, Deb. Gue belom bisa bilang apapun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar