Bagian Satu.
Hari pertama tahun ajaran baru, 1998-1999. Fay baru saja merapihkan buku dan rapih juga dengan sarapan paginya. Saat itu Fay baru saja memutuskan untuk belajar di Taman Kanak-Kanak di dekat rumahnya. Rambut lurus dan rapih terhenti di samping antingnya yang saat itu berbentuk bulat melingkari lubang telinganya. Poni depan nyaris menutupi alisnya yang tipis. Rambutnya memiliki belah tengah, tepat ditengah kepalanya. Gigi susunya yang masih rapih putih dan kecil itu akan sangat terlihat di tawanya yang manis.
Hari pertama tahun ajaran baru, 1998-1999. Fay baru saja merapihkan buku dan rapih juga dengan sarapan paginya. Saat itu Fay baru saja memutuskan untuk belajar di Taman Kanak-Kanak di dekat rumahnya. Rambut lurus dan rapih terhenti di samping antingnya yang saat itu berbentuk bulat melingkari lubang telinganya. Poni depan nyaris menutupi alisnya yang tipis. Rambutnya memiliki belah tengah, tepat ditengah kepalanya. Gigi susunya yang masih rapih putih dan kecil itu akan sangat terlihat di tawanya yang manis.
Dia
semangat sekali nampaknya untuk pergi ke sekolah. Hari ini semangatnya karena
dia masih dalam semangat belajar. Besoknya? Mana tau?
Dengan
diantar Ibunya, ia berjalan dengan senang hari itu. Tertawa dan melompat.
Sesekali dia menyanyikan lagu anak-anak yang sudah hapal dia nyanyikan.
Bertanya-tanya lugu kepada Ibu membuat beliau jengkel dan menarik tangannya
hingga jatuh, kemudian dia terdiam dan menunjukkan wajah sedihnya.
Sampai
dia di depan gerbang Taman Kanak-Kanak Kelapa Gading. Dia melihat banyak orang
yang seumuran dengannya. Sedihnya tadi berubah menjadi tawa kembali. Tapi kali
itu ia masih tidak punya nyali untuk bergabung bermain dengan teman-temannya.
Akhirnya dia duduk di samping Ibunya sekaligus memperhatikan keadaan sekitarnya.
Bel
masuk berbunyi, semua anak masuk ke dalam kelas. Fay masih malu nampaknya, dia
masih menggandeng tangan Ibunya. Kemudian datang seorang wanita yang seumuran
dengan Ibu Fay dan mengajak Fay masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran
di hari pertamanya. Nama wanita itu adalah Wati, biasanya orang di TK ini
memanggilnya Ibu Ncas. Tidak tau dari mana nama panggilan itu. Namun, panggilan
itu membuat orang tua murid disini akrab dengannya.
Fay
menerima ajakan Bu Wati, dia masuk kelas dan mencari tempat duduk yang masih
kosong. Masih dengan malunya, Fay diam saja di kelas. Semangatnya beberapa
menit yang lalu seketika tertutupi dengan rasa kurang percaya diri di hari
pertama sekolahnya. Fay duduk di bangku baris kedua dari depan, di barisan
bangku sejajar dengan pintu. Ternyata kebiasaan ini sudah ada sejak zamannya
Fay TK, bangku depan selalu kosong karena banyak anak yang kurang percaya diri
untuk menunjukan bahwa ia pintar dan semangat untuk belajar.
Sehari
berlalu, dua hari berlalu, tiga hari berlalu, hingga bertemulah Fay dengan
pelajaran olahraga. Bagi sebagian anak, terlihat juga di beberapa TK lainnya
atau murid disini tahun sebelumnya, semua bersemangat ketika jam pelajaran
olahraga. Kenapa? Karena pelajaran olahraga itu dilakukan di luar kelas,
biasanya juga olahraga itu waktunya tidak akan sepenuhnya dihabiskan untuk
pelajaran olahraga, dengan kata lain waktu olahraga adalah waktunya bersantai
untuk murid yang cepat suntuk berada di dalam kelas.
Fay
mulai menunjukkan kecentilannya disini. Di jam olahraga dia berada di barisan
paling depan. Tinggi badannya inilah yang membuat Bu Wati dan Bu Sukaesih,
kepala sekolah Taman Kanak-Kanak ini, menyuruh Fay berdiri di barisan paling
depan. Memang, Fay tidak terlahir dengan postur tubuh yang digolongkan tinggi.
Mungkin itu pula yang membuat Fay agak minder di hari pertama sekolahnya.
Lima
hari pertama sekolahnya di minggu pertama, Fay malu. Tapi di hari keenam ini,
Fay menunjukkan gelagat yang berbeda. Tidak tau apa yang hadir di mimpinya
semalam, tapi Fay terlihat centil hari ini. Ketika Bu Sukaesih menyuruh
murid-murid lencang tangan, tangan Fay menonjok bahu rekannya yang di sebelah
kanan. Jelas di barisan kanan adalah murid laki-laki. Berdirilah disana murid
laki-laki bernama Wawan. Bagaimana Fay bisa kenal Wawan?
Kemarin,
tepatnya di hari Jumat, Fay yang sudah jago sekali dengan penulisan angka
membuat dirinya harus duduk di bangku paling belakang. Kata Bu Wati supaya yang
masih belum Lancar dan kaku dalam menulis bisa duduk di depan dan memperhatikan
apa yang beliau ajarkan. Ketika Fay duduk di belakang, Fay dihampiri Wawan.
Wawan minta diajarkan cara menulis angka empat di buku latihannya. Dengan
polosnya, Fay mengajarkan Wawan apa yang ia bisa lakukan. Kemudian ketika Wawan
paham, barulah disana Fay menanyakan namanya. Kenalah Fay dengan satu orang di
kelas ini, karena sebelumnya Fay hanya hidup sendiri di kelas karena
kepintarannya dibanding murid lainnya.
Olahraga
selesai, Fay membeli jajanan lidi-lidian untuk ia makan sambil menunggu
waktunya masuk kelas. Setelah membeli jajanan lidi-lidian yang saat itu masih
berharga seratus rupiah, Fay duduk di ayunan ganda depan ruang guru. Ketika
asik dengan makanannya, Wawan datang bersama seorang lainnya. Wawan duduk di
samping Fay, sedangkan yang satu lagi duduk tepat di depan Fay. Wawan menyuruh
Fay untuk berkenalan dengan anak itu. Saat Fay melihat anak itu, Fay terlihat
salah tingkah. Ternyata lucunya anak kecil kalau suka sama orang. Salah
tingkahnya pun aneh. Lebih centil dan polos. Ya maklumlah, mereka masih anak
kecil.
“Nama
kamu siapa?” Tanya anak itu ke Fay. Ternyata Wawan belum memberitahu apa-apa
tentang Fay ke anak itu.
“Nama
aku, Fay.” Jawab Fay lugu dan malu.
“Aku
Maulana Wisnu Arifin. Kamu panggil aku Wisnu ya, Fay. Kata Mamaku, kalau
kenalan kasih nama lengkapnya. Nama lengkap kamu?” ucap Wisnu.
“Tapi
waktu aku kenalan sama Wawan aku gak pake nama lengkap. Ya kan, Wan?”
“Iya
sih. Mama kamu ngada-ngada kali, Wis.” Wawan mendukung Fay.
“Tapi
kan gak salah tau kalo kita kenalan dengan nama lengkap. Kamu juga Wan gak
belain aku. Kan kita temenan.” Balas Wisnu.
“Yauda
dari pada kita berantem, aku kasih tau aja nama lengkap aku deh. Nama aku Fay
Aristi. Kalo kamu Wan?”
“Aku
Hendra Hermawan. Tapi jangan panggil aku Hendra yah. Soalnya Hendra nama
bapakku.”
“Oh
Hendra nama bapak kamu? Woo Wawan anaknya Hendra. Wawan anaknya Hendra.” Ejek
Wisnu dengan suara lantangnya membuat suasana ramai.
Kalau
saja kita mengingat, semasa kecil, biasanya TK ataupun SD, mengejek nama orang
tua adalah hal paling biasa dilakukan untuk bercanda, bisa juga sebagai bahan
untuk menjelekkan teman ketika berantem.
Wawan
yang merasa kesal dengan sikapnya Wisnu yang tiba-tiba mengejek dengan nama
orang tua. Hal itu membuat ia pergi dan mengajak Fay menuju ke ruang guru.
Wawan mengadukan sikap Wisnu yang menurutnya kurang terpuji itu ke Bu Wati dan
Bu Sukaesih. Maksudnya agar Wisnu diberikan hukuman oleh guru karena membuat ia
kesal.
Alhasil,
Wisnu hanya diberi nasihat oleh Bu Wati di tempatnya itu juga, di ayunan.
Sedangkan Fay dan Wawan meninggalkan kejadian itu begitu saja dengan kembali
masuk kelas.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar