Bagian Tiga.
“Wan, nanti main ke rumah Wisnu yuk. Aku mau ketemu dia di rumahnya. Kamu tau kan rumahnya? Tapi jangan bilang-bilang ke Wisnu.” Fay mencoba mengajak Wawan ke rumah Wisnu sepulang sekolah.
“Wan, nanti main ke rumah Wisnu yuk. Aku mau ketemu dia di rumahnya. Kamu tau kan rumahnya? Tapi jangan bilang-bilang ke Wisnu.” Fay mencoba mengajak Wawan ke rumah Wisnu sepulang sekolah.
“Gak
ah. Ngapain aku ke rumah Wisnu sama kamu. Kalau kamu suka sama dia ya kamu aja
sana yang ke rumah Wisnu sendirian. Kalau kamu masih ngajak aku, nanti aku
bilangin malah ke Wisnu.”
“Kamu
mah pelit Wan sama aku. Aku kan pengen tau rumahnya aja Wan. Sekalian iseng
siang-siang aku gak ada temen main di rumah.”
“Yauda
kamu main ke rumah aku aja, kan yang penting main kan?”
“Wan,
tapi kan aku mau main ke rumah Wisnu. Mumpung gak ada PR. Ayolah Wan!”
“Engga
mau ah. Aku males sama kamu.”
“Yauda,
aku jalan sendiri aja nanti nyari rumahnya Wisnu kalau kamu gak mau nemenin.
Aku kesel sama kamu ah Wan. Kita musuhan.” Fay sampai di rumahnya dan langsung
masuk ke dalam.
“Bodo
amat, Fay!”
Fay
segera mengganti seragam sekolahnya dengan baju mainnya. Baju kodok berwarna
biru langit itu ia pilih setelah lima belas menit mencocokan dengan dirinya di
depan cermin. Fay memang termasuk anak yang genit. Lihat saja, lima tahun juga
belum ada tapi dia sudah mulai mempercantik dirinya yang masih polos.
Ibu
Fay melihat anaknya yang sibuk dengan beberapa helai pakaian yang ia keluarkan
dari lemarinya. Beliau bingung apa yang dilakukan anaknya siang-siang gini.
Memang Ibu Fay tau kalau Fay mau pergi ke rumah Wisnu, tapi menurutnya ada niat
lain kalau dia sibuk mencocokan pakaian hanya untuk berkunjung ke rumah teman
sekolahnya.
“Bu,
Fay mau ke rumah Wisnu dulu ya.”
“Udah
rapih emangnya? Udah cantik? Mau ke rumah Wisnu aja dandannya lama banget. Kamu
tuh masih kecil aja udah genit banget. Gedenya gimana? Emang kamu tau rumahnya
Wisnu?”
“Bawel
nih Ibu. Aku gak tau Bu rumahnya Wisnu.”
“Terus?”
“Ya
aku inget-inget aja dulu. Yang aku tau Wisnu rumahnya deket sama rumah Imay,
jadi nanti aku tanya sama Imay aja. Minta anterin sebentar.”
“Emang
Imay nya mau?”
“Mau
kali. Yauda aku pergi dulu ya. Uang jajan Fay masih ada gopek bu. Buat jajan di
rumah Wisnu. Kata Mamanya Wisnu, Mamanya Wisnu dagang di depan rumahnya. Dadah Ibuuuuu”
Fay pergi.
Fay
berjalan ke rumah Imay, memang yang dia tau rumah Wisnu tidak jauh dari rumah
Imay. Sekitar lima puluh meter Fay berjalan, sampailah di rumah Imay. Fay
meminta Imay untuk mengantarnya ke rumah Wisnu. Tetapi Imay sedang sibuk
mengurus adik kecilnya juga. Hingga pada akhirnya Imay hanya memberikan
petunjuk jalan ke Fay.
“Tadikan
kamu dari rumah kamu buat masuk kesini kamu belok kanan kan. Nah nanti kamu
keluar aja dari gang ini, Fay. Dari depan situ kamu lurus. Abis itu kalo ada
lapangan kamu belok ke kanan, kamu jalan kelilingin lapangan itu aja, sambil
liat ke kiri. Rumahnya Wisnu ada di sebelah kiri. Warna catnya putih, di
depannya ada warung, itu rumah dia. Pokoknya di jalanan itu yang warung cuma
rumahnya Wisnu doang deh.”
“Yah
sayang ya kamu gak bisa nemenin aku. Yauda deh, makasih ya May. Aku jalan dulu.
Daaah.”
“Iya,
dadaaah.” Imay melambaikan tangan ke arah Fay.
Fay
mulai mengikuti petunjuk dari Imay. Berjalan cukup dekat ia bertemu dengan
lapangan. Mungkin dari sini tidak jauh lagi pikirnya. Akhirnya ia berjalan
kembali. Panas matahari saat itu memang sedang puncaknya. Bagaimana tidak? Ini
pukul dua belas siang. Matahari jelas sedang panasnya. Tapi demi orang yang dia
suka, Fay rela berjalan di bawah terik untuk mencari rumah Wisnu. Padahal
ketika sampai pun ia masih belum tau apa yang akan dia lakukan.
Ternyata
memang tidak jauh dari lapangan, bahkan tidak sampai mengelilingi lapangan Fay
sudah bertemu warung Ibu Wisnu. Dengan beralasan mau jajan di warung ini, Fay
memanggil nama Wisnu.
“Beli…
Beli…” teriak Fay di depan warung itu. Tidak menunggu lama, Ibu Wisnu keluar.
“Mau
beli apa?” Tanya Ibu Wisnu, “eh kamu Fay” Ibu Wisnu mengenali wajah Fay,
“akhirnya kamu kesini juga. Wisnunya lagi tidur, Fay. Kamu mau jajan apa?”
“Aku
beli mi gemes aja mamanya Wisnu. Wisnunya tidur ya?”
“Iya,
dari tadi pulang sekolah dia langsung tidur. Capek katanya. Ini, nak”
memberikan sebungkus jajanan ke Fay, “kamu mau main dulu? Duduk-duduk aja dulu
di dalem sambil nunggu Wisnu bangun.”
“Engga
deh mamanya Wisnu. Aku mau pulang aja. Cuma mau jajan disini. Hehe” Fay
menutupi malunya karena berkunjung di waktu yang salah. Setelah memberikan uang
dua ratus rupiah ke Ibu Wisnu, Fay izin untuk kembali ke rumahnya.
Tindakan
ini memang pertama kali Fay lakukan untuk mencari perhatian orang yang dia
suka. Dengan kepolosan yang masih ada dalam dirinya, Fay melakukan hal yang
selalu menurutnya benar. Dan kunjungan ini tidak bermakna apa-apa selain ia harus
mengeluarkan uang untuk makanan yang dia tidak suka. Kemudian ia pulang dengan
keringat yang menembus bajunya karena panas terik matahari.
***
Paginya
sangat sejuk hari itu. Fay, Wisnu, dan Wawan sudah hadir di sekolah berbarengan
tadi. Mereka duduk di ayunan ganda seperti biasanya. Sambil bercanda-canda
layaknya anak TK mereka menghabiskan waktu menunggu. Bel masih akan berbunyi
sekitar sepuluh menit lagi. Masih ada cukup waktu untuk bersantai.
Wisnu
mulai jahil. Ia menggoda Wawan dengan menyebut nama orang tuanya lagi. Wawan
awalnya terlihat biasa, ia lebih tidak memperdulikan dan hanya mengobrol dengan
Fay. Tingkah Wisnu semakin menjadi ketika Wawan memang menghiraukannya. Wisnu
berteriak di telinga Wawan menyebut nama Bapaknya. Terlihat juga kerisihan di
wajah Fay. Fay menjewer telinga Wisnu dan Wisnu membalas juga.
Perhatian
Wisnu beralih ke Fay. Akhirnya Wisnu bercanda dengan Fay dan Wawan mulai
diabaikan. Wawan turun dari ayunan dan berdiri di samping ayunan tersebut.
Mungkin emosi Wawan sudah memuncak. Kelihatan dari dahinya yang mulai mengkerut
itu. Ia goyangkan ayunan ini ke kanan dan ke kirinya. Ayunan ini mulai
mengencang goyangannya. Fay terlihat panik, dia teriak menyebut nama Wawan.
Wisnu mencoba menenangkan Fay dan mau membalas tingkah Wawan. Wisnu berdiri di
ayunan dan berniat keluar ayunan untuk menghampiri Wawan dan memberinya
pelajaran. Ketika Wisnu melangkahkan kakinya, kakinya justru tersangkut satu
besi penyanggah. Kemudian ia terjatuh dengan posisi kepala yang menyusruk.
Wisnu
menangis, Fay panik, sedangkan Wawan pergi sambil tertawa puas. Fay
menghentikan ayunan ini, kemudian membopong Wisnu menuju ruang guru. Bu Wati
mendengar suara tangisan Wisnu, kemudian dengan sigap beliau membatu Fay.
Begitu Wisnu ditangani oleh Bu Wati, Fay langsung mencari Wawan. Mencari ke
sudut kelas, ternyata Wawan mengumpat di bawah meja paling belakang di kelas.
Fay
menarik tangannya. Dia memaki Wawan karena menurutnya tindakannya sudah
kelewatan. Tapi Wawan membantah karena menurut dia, Wisnu yang mulai duluan.
Memang kalau dipikir, Wisnu yang terlalu jahil, wajar sampai Wawan membalas.
Apalagi mungkin Wawan juga jengkel dengan kedekatan Wisnu dan Fay. Cinta monyet
yang sangat lucu. Anak TK sudah mengenal jatuh cinta dan cemburu. Kacau.
Di
ruang guru, Wisnu masih menangis dan kesakitan. Darah di kepalanya sudah dilap
dan lukanya sudah ditutup dengan kassa yang ditetesin obat merah dan dilekatkan
dengan plaster. Keadaan Wisnu memang tidak memungkinkan untuk melakukan
pelajaran hari ini. Fay menawarkan dirinya untuk mengantar Wisnu ke rumahnya.
Penawaran itu disetujui oleh Bu Wati dan beliau juga menyuruh Wawan menemani
Fay. Kemudian mereka mengantar Wisnu ke rumahnya.
Sepanjang
jalan, Fay tidak sedetikpun berhenti mengomeli Wawan. Walaupun Wawan sudah
meminta maaf kepada Wisnu dan Wisnu sudah memaafkannya. Begitu sampai di rumah
Wisnu, Wawan langsung mengajak Fay kembali ke sekolah untuk mengikuti
pelajaran. Dengan menahan rasa simpatiknya, Fay kembali ke sekolah.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar